Mahkamah Konstitusi (MK) harus menghadapi efisiensi anggaran sebesar Rp 226,1 miliar setelah menerima Instruksi Presiden. Hal ini membuat pembayaran gaji dan tunjangan pegawai hanya bisa terdistribusi hingga Mei 2025. Sekjen MK, Heru Setiawan, menyampaikan hal ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR. Awalnya, anggaran MK senilai Rp 611,4 miliar namun setelah efisiensi, anggaran yang tersedia menjadi Rp 295,1 miliar.
Namun, pada Selasa (11/2) malam, Kemenkeu memberitahu bahwa ada blokir anggaran sebesar Rp 226,1 miliar. Akibatnya, anggaran yang dapat digunakan oleh MK saat ini hanya Rp 69 miliar. “Dengan blokir tersebut, pagu anggaran MK berubah menjadi Rp 385,3 miliar. Sementara sisa anggaran yang dapat kami gunakan hanya Rp 69 miliar,” jelas Heru.
Dari anggaran Rp 69 miliar tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai sebesar Rp 45 miliar. Heru mengatakan alokasi ini hanya cukup sampai Mei 2025. Namun, komitmen untuk penanganan PHPU pilkada tidak dapat dipenuhi karena tidak ada anggaran yang tersisa. Begitu juga dengan kebutuhan penanganan PUU, SKLN, dan perkara lainnya hingga akhir tahun.
Meskipun MK harus menghadapi keterbatasan anggaran, Heru tetap optimis bahwa lembaga ini akan tetap beroperasi dengan baik. “Kami akan terus berupaya untuk memastikan bahwa MK tetap dapat menjalankan tugasnya dengan baik meskipun dengan anggaran yang terbatas,” ujar Heru.
Dalam situasi seperti ini, MK juga mengharapkan dukungan dari pemerintah dan semua pihak terkait untuk menyelesaikan masalah anggaran ini. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan MK dapat terus berfungsi sebagai lembaga yang independen dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik demi kepentingan negara dan masyarakat.
Dengan demikian, meskipun MK harus menghadapi tantangan anggaran, semangat untuk terus berjuang dan memberikan keadilan tidak akan surut. MK akan tetap berdiri teguh sebagai penegak hukum yang adil dan independen demi kepentingan rakyat Indonesia.